Masih ada 8 hari di bulan April ini, sebelum menjemput bulan
kelahiran, biarlah secoret kenangan tertuang dalam bulan ke empat di tahun 2016
ini. Tak banyak yang akan kuceritakan, hanya sepenggal kisah tentang sosok
ayah.
Suatu hari saat malam telah tiba, aku dan suamiku beranjak
pergi menuju sebuah supermarket terdekat. Menuju ke lantai atas sebenarnya
tidak ada niat membeli apapun, namun sebagai seorang wanita pada umumnya, meski
bukan untuk diri sendiri, sepertinya sangat disayangkan jika ada barang yang
cocok dihati dengan harga terjangkau dilewatkan. :D yap ! sebuah batik manis
untuk suami tercinta akhirnya membuat kami menjadi salah satu pengantri kasir.
Cukup panjang, dan sedikit membuat kami kehabisan gaya dalam mengantri. Haha namun
disela-sela antrian, tepat dihadapanku berdiri seorang lelaki paruh baya.
Kebiasaan jelekku mungkin, mengamati seseorang dari ujung ke ujung. Hanya
sekilas dan tak ada yang aneh ataupun luar biasa. Ia mengenakan kaos oblong,
celana jeans agak sedikit usang dan sandal jepit legendaris (you know what I mean.
Merek S*allo*) .
Kali ini aku tak sengaja memperhatikan, ketika tiba
gilirannya di depan kasir, kemudian menujukkan nota pembeliannya aku sedikit reflex
membuka mata lebar-lebar. “Wow.. 400rb sekian” untuk brapa potong baju anak
kecil.
Tak terlihat dompet mewah, tak terlihat tas mewah yang ia
keluarkan dan kenakan. Ia mengeluarkan uang dari dalam saku celana jeansnya. Tanpa
amplop tanpa dompet. Bukan,,, bukan berpikiran yang macam-macam tentang bapak
ini.. hanya saja kemudian terlintas rasa haru. MUngkin saja hari ini bapak itu
bekerja lebih ekstra untuk membelikan anak-anaknya sebuah baju baru. Who knows?
Apa yang sudah bapak itu alami seharian ini demi anak-anaknya, dan bahkan aku
juga tidak tau untuk siapa baju - baju
itu sebenarnya. Yaaah terlepas dari kejadian itu, aku hanya terlintas sejenak
kenangan tentang seorang ayah. Banyak sosok ayah yang kadang tertutupi oleh
sosok ibu. Kisahnya jarang tertuang. Padahal ada banyak ayah yang rela
melakukan apapun demi kebahagiaan anak-anaknya tanpa perlu menunjukan
perjuangannya di depan mereka. “Cukup ayah yang merasakan” mungkin demikian
kata hati mereka.
“CUkuplah kebahagiaan yang kalian rasakan. Lelah ini akan
lunas terbayar oleh senyum dan tawa yang pecah di dalam keluarga” seperti itu kah ayah? Seperti itukah suami?
Isi hati hanya Allah yang Maha Tahu. Pada intinya,
menghargai setiap jerih payah yang mereka (read: orangtua) lakukan adalah salah
satu balasan yang baik . Kita mungkin belum sepenuhnya tahu apa yang telah
mereka alami selama ini. Seberapa banyak pahit getir kehidupan, hutang, rasa
malu, rasa sakit, kesedihan dan hal lainnya yang mereka sembunyikan dengan rapi
di belakang kita . aahh iyaa lagi-lagi bahasan mengenai orangtua selalu membuat
pipi ini basah. Dengan melihat usia mereka yang semakin Senja, diri ini selalu
menanyakan apa yang akan dilakukan untuk kebahagiaan mereka?
ALLOHUMMAGHFIRLII WALIWAALIDAYYA
WAR HAMHUMAA KAMA RABBAYAANII SHAGIIRAA
“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku (Ibu dan
Bapakku), sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”.
Doa dan rasa terimakasih tersampaikan untuk bapak yang saat itu
mengantri di depanku. Apa yang dia rencanakan dengan baju-baju itu, semoga bernilai
kebaikan dan Allah meridhoinya. Amiin.. :)
No comments :
Post a Comment